Unsur kreatif diperlukan dalam proses berpikir untuk menyelesaikan
masalah. Semakin kreatif seseorang, semakin banyak alternatif
penyelesaiannya.
Berpikir merupakan instrumen psikis paling penting. Dengan berpikir,
kita dapat lebih mudah mengatasi berbagai masalah dalam hidup.
Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara
berbeda-beda. Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara
berpikir. Namun, tidak semua
efektif bagi proses pemecahan masalah.
Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara
itu, seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif.
Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak
alternatif untuk memecahkan suatu masalah.
Bukan Jiplakan
Menurut J.C. Coleman dan C.L. Hammen (1974), berpikir kreatif merupakan
cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru –dalam konsep,
pengertian, penemuan, karya seni.
Sedangkan D.W Mckinnon (1962), menyatakan selain menghasilkan sesuatu
yang baru, seseorang baru bisa dikatakan berpikir secara kreatif apabila
memenuhi dua persyaratan.
Pertama, sesuatu yang dihasilkannya harus dapat
memecahkan persoalan secara realistis. Misalnya, untuk mengatasi
kemacetan di ibukota, bisa saja seorang walikota mempunyai gagasan untuk
membuat jalan raya di bawah tanah. Memang, gagasan baru, tetapi untuk
ukuran Indonesia solusi itu tidak realistis. Dalam kasus itu, sang
walikota belum dapat dikatakan berpikir secara kreatif.
Kedua, hasil pemikirannya harus merupakan upaya
mempertahankan suatu pengertian atau pengetahuan yang murni. Dengan kata
lain, pemikirannya harus murni berasal dari pengetahuan atau
pengertiannya sendiri, bukan jiplakan atau tiruan. Misalnya, seorang
perancang busana mampu menciptakan rancangan yang unik dan mempesona.
Perancang itu dapat disebut kreatif kalau rancangannya memang murni
idenya, bukan mencuri karya atau gagasan orang lain.
Menurut ahli lain, Dr. Jalaludin Rakhmat (1980), untuk bisa berpikir
secara kreatif, si pemikir sebaiknya berpikir analogis. Jadi, proses
berpikirnya dengan cara menganalogikan sesuatu dengan hal lain yang
sudah dipahami. Kalau menurut pemahaman si pemikir, kesuksesan adalah
keberhasilan mencapai suatu tujuan, maka saat ia berpikir tentang
kesuksesan, ciri-ciri berupa “berhasil mencapai tujuan”, menjadi unsur
yang dipertimbangkan.
Misalnya, seseorang dikatakan sukses bila ia dengan bekerja keras telah
berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Tanpa tujuan yang jelas, sulit
bagi seseorang untuk bisa sukses. Namun, karena setiap orang mempunyai
tujuan berbeda, maka standar kesuksesan setiap orang pun berbeda.
Disamping berpikir secara analogis, untuk berpikir secara kreatif, si
pemikir juga harus mengoptimalkan imajinasinya untuk mereka-reka
berbagai hubungan dalam suatu masalah. Dengan ketajaman imajinasi, kita
dapat melihat hubungan ynag mungkin tidak terlihat oleh orang lain.
Contohnya, Einstein melihat hubungan antara energi, kecepatan, dan massa
suatu benda. Newton, melihat hubungan antara apel jatuh dan gaya tarik
Bumi. Seorang pemuda Indonesia, Baruno melihat hubungan antara
keahliannya membuat kerajinan tangan dengan enceng gondok, sandal, dan
uang.
Lima Tahap Berpikir
Agar mampu berpikir secara kreatif, pikiran harus dioptimalkan pada
setiap tahap yang dilalui. Lima tahap pemikiran itu ialah orientasi,
preparasi, inkubasi, iluminasi, dan verivikasi.
Pada tahap orientasi masalah, si pemikir merumuskan masalah dan
mengidentifikasi aspek-aspek masalah tersebut. Dalam prosesnya, si
pemikir mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah
yang tengah dipikirkan.
Pada tahap selanjutnya, preparasi, pikiran harus mendapat sebanyak
mungkin informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian,
informasi itu diproses secara analogis untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan pada tahap orientasi. Si pemikir harus benar-benar
mengoptimalkan pikirannya untuk mencari pemecahan masalah melalui
hubungan antara inti permasalahan, aspek masalah, serta informasi yang
dimiliki.
Pada tahap inkubasi, ketika proses pemecahan masalah menemui jalan
buntu, biarkan pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu, pikiran
bawah sadar kita akan terus bekerja secara otomatis mencari pemecahan
masalah. Proses inkubasi yang tengah berlangsung itu akan sangat
tergatung pada informasi yang diserap oleh pikiran. Semakin banyak
informasi, akan semakin banyak bahan yang dapat dimanfaatkan dalam
proses inkubasi.
Pada proses keempat, yakni iluminasi, proses inkubasi berakhir, karena
si pemikir mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian
(insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah. Pada tahap ini,
sebaiknya diupayakan untuk memperjelas pengertian yang muncul. Di sini
daya imajinasi si pemikir akan memudahkan upaya itu.
Pada tahap terakhir, yakni verifikasi, si pemikir harus menguji dan
menilai secara kritis solusi yang diajukan pada tahap iluminasi. Bila
ternyata cara yang diajukan tidak dapat memecahkan masalah, si pemikir
sebaiknya kembali mengulang kelima tahap itu, untuk mencari ilham baru
yang lebih tepat.
Gagasan luar biasa
Coleman & Hammen mengungkapkan, ada tiga faktor yang secara umum dapat ikut menunjang cara berpikir kreatif.
Pertama, kemampuan kognitif. Seseorang harus
mempunyai kecerdasan tinggi. Ia harus pula secara terus menerus
mengembangkan intelektualitasnya.
Kedua, sikap terbuka. Cara berpikir kreatif akan
tumbuh apabila seseorang bersikap terbuka pada stimulus internal dan
eksternal. Sikap terbuka dapat dikembangkan dengan memperluas minat dan
wawasan.
Ketiga, sikap bebas, otonom dan percaya diri.
Berpikir secara kreatif membutuhkan kebebasan dalam berpikir dan
berekspresi. Juga memerlukan kemandirian berpikir, tidak terikat pada
otoritas, dan konvensi sosial yang ada. Yang terpenting, ia percaya pada
kemampuan dirinya.
Seseorang yang mempunyai tingkat kreativitas tinggi, acap kali
menghasilkan pemikiran atau gagasan luar biasa, aneh, terkadang dianggap
tidak rasional. Bahkan, karena keluarbiasaan itu, tidak sedikit orang
kreatif dianggap “gila”.
Menurut Jalal, ada kesamaan antara orang kreatif dengan orang gila,
karena cara berpikirnya tidak konvensional. Bedanya, orang kreatif mampu
melakukan loncatan pemikiran yang menimbulkan pencerahan atau pemecahan
masaah. Sementara, orang gila tidak mampu melakukannya.
0 Komentar untuk "Jangan Takut Dibilang “Gila”..!"
Silahkan berkomentar dengan bijak dan positif. Komentar anda menunjukkan sikap anda. Terima kasih :-)